Tanjungpinang, DPRD Provinsi Kepulauan Riau menerima Aksi Unjuk Rasa ratusan Nelayan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nelayan Nusantara Kepri di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau , Kamis (15/05/2025).
Aksi ini merupakan bentuk kegelisahan dan keresahan nelayan atas berbagai persoalan yang mereka hadapi di lapangan, mulai dari kriminalisasi, perizinan rumit, hingga konflik wilayah tangkap.
Unjuk rasa ini diikuti oleh ratusan nelayan dari berbagai kabupaten/kota di Kepulauan Riau. Dalam aksinya, para nelayan membawa spanduk dan poster berisi tuntutan serta orasi yang disampaikan secara bergantian oleh perwakilan nelayan dari berbagai daerah. Mereka menyuarakan perlunya perhatian serius dari pemerintah terhadap nasib nelayan lokal.
Aksi tersebut diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, H. Iman Sutiawan, SE. didampingi oleh Kabag Umum dan Kehumasan Sekretariat DPRD Kepri, Isnaini Bayu Wibowo, SH., MH., Kapolresta Tanjungpinang Kombes Pol Hamam Wahyudi, S.H., S.I.K., M.H, Asisten 1 DR. H. TS Arif Fadillah, S.Sos, M.Si, dan Kepala Pangkalan PSDKP Batam Semuel Sandi Rundupadang. Dalam dialog terbuka, Forum Komunikasi Nelayan Nusantara Kepri menyampaikan sikap terkait kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan yang salah satunya melalui PP 11 Tahun 2013 tentang penangkapan ikan terukur yang mana disampaikan beberapa poin pernyatan sikap diantaranya :
- Bahwa secara komprehensip isi dari peraturan ini ialah mengkavling-kavling laut lalu membagi-baginya menjadi zona-zona tertentu hal ini sama saja dengan ”Negara telah merampas hak nelayan”.
- Kebijakan yang mewajibkan Migrasi kapal dari izin Pusat, kemudian membatasi zona tangkap bagi nelayan yang berizin daerah hanya boleh melaut dibawah 12 mil, sedang kapal nelayan lokal dengan izin pusat tidak boleh melaut dibawah 12 mil, hal ini justru membebanidan menyengsarakan kapal-kapal nelayan khususnya yang ada di Kepulauan Riau. Sebab laut Kepri memiliki khas tersendiri terdiri dari pulau-pulau kecil lautnya dangkal dan tidak sama dengan laut pulau Jawa, di Kepri laut dalam baru ada diatas 12 mil, sehingga ketika zona tangkap nelayan berizin daerah hanya boleh melaut dibawah 12 mil maka ini sama saja mematikan Nelayan kecil.
- Kebijakan migrasi perizinan berusaha (SIUP/SIPI) bagi kapal perikanan yang berukuran 6 sampai 30 gross tonnage GT serta membatasi penangkapan ikan dibawah 12 mil yang disertai kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) dimana harga VMS per unit saat ini pada kisaran Rp.15.000.000 sampai dengan Rp.17.000.000 dengan kewajiban Air Time sebesar Rp.6.700.000 per tahun, kewajiban ini sangat memberatkan nelayan dan pemilik kapal perikanan.
- Besaran tarif PNBP bagi kapal perikanan yang melakukan migrasi perizinan sangat memberatkan nelayan dan pemilik kapal perikanan. Untuk itu Forum Komunikasi Nelayan Nusantara Kepri merekomendasikan agar dilakukan keringanan tarif yang lebih rendah dan proporsional untuk ukuran kapal 6 sampai 10 GT diberlakukan tarif sebesar 2%, kapal 11 sampai 30 GT diberlakukan tarif sebesar 3%. mengingat besarnya biaya operasional kapal perikanan setiap kali melakukan trip penangkapan ikan.
- Di satu sisi pemerintah melalui Kementrian KKP menerbitkan izin pengelolaan Sedimentasi Laut di wilayah Provinsi Kepri, hal ini merupakan ancaman nyata bagi kelangsungan hidup para nelayankarena dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat pesisir diantaranya kerusakan ekosistem pesisir, hilangnya habitat perairan tempat ikan bertelur dan berkembang biak, mengancam populasi ikan dan mengganggu siklus hidup spesies laut lainnya dan lain-lain.
Dalam hal ini Forum Komunikasi Nelayan Nusantara Kepri menyampaikan beberapa tuntutan, yang mana diantaranya:
- Meminta Kepada Gubernur Kepri untuk memfasilitasi kapal-kapal Nelayan Tradisional Kepri yang berstatus Izin Pusat di kembalikan ke Izin Daerah.
- Menolak pemasangan alat VMS pada kapal Nelayan Tradisional yang sangat membebani para nelayan dan pemilik Kapal Perikanan.
- Membatalkan pengelolaan Sedimentasi Laut, ancaman nyata bagi masyarakat nelayan dan ekosistem pesisir laut di Kepri, karena para Nelayan melihat ini hanyalah upaya komersialisasi atas nama permbersihan sedimen.
- Meminta kepada DPRD Kepri untuk melaksanakan Hearing bersama Gubernur Kepri dan Nelayan serta dengan pihak-pihak terkait.
- Meminta kepada Gubernur Kepri bersama dengan Pimpinan DPRD Kepri untuk mendukung dan membuat surat rekomendasi agar kapal-kapal nelayan dikembalikan statusnya ke izin daerah, dan memberikan Diskresi kepada para nelayan lokal untuk bebas melaut dan mencari nafkah tanpa dibatasi oleh zona tangkap yang hanya 12 mil kebawah.
- Terakhir meminta kepada PSDKP, Syahbandar Perikanan atau Instansi terkait untuk meberikan pelayanan SLO (Surat Laik Oprasi) dan SPB (Surat Persetujuan Berlayar) pada kapal-kapal nelayan yang tanpa batas waktu (sampai selesai pengurusan).
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kepri Iman Sutiawan, menyatakan dukungannya terhadap aspirasi para nelayan.
“Kami di DPRD Kepri mendengar dan memahami keresahan para nelayan. Kami siap membawa persoalan ini ke dalam agenda resmi pembahasan bersama Pemerintah Provinsi dan instansi terkait. Prinsip kami jelas, kebijakan harus berpihak kepada rakyat. Kami akan mengupayakan rekomendasi dan mendorong kebijakan yang memberikan keberpihakan nyata terhadap nelayan lokal,” tegas Iman Sutiawan dalam pernyataannya.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap para nelayan yang telah menyampaikan pendapat secara damai dan tertib. Menurutnya, partisipasi aktif masyarakat dalam menyampaikan aspirasi adalah bagian penting dari proses demokrasi.
Forum Komunikasi Nelayan Nusantara Kepri menegaskan bahwa aksi ini bukan akhir, tetapi awal dari konsolidasi gerakan nelayan untuk menuntut hak-haknya secara konstitusional. Mereka berharap pemerintah daerah maupun pusat mendengar dan merespons serius jeritan nelayan yang selama ini terpinggirkan oleh regulasi yang tidak berpihak.