Komisi I DPRD Provinsi Kepulauan Riau melaksanakan kunjungan kerja (kunker) ke Kantor Bea dan Cukai Tipe B di Batam, Senin (14/7/2025). Kunjungan tersebut untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peran strategis Bea dan Cukai Batam dalam menjaga iklim investasi dan keamanan daerah.

Kunjungan tersebut langsung dipimpin oleh Ketua Komisi I Muhammad Syahid Ridho, S.Si. “Ada keluhan pelaku usaha menyoroti prosedur manual yang berbelit, seperti validasi fisik dokumen berulang dan koordinasi sektoral lambat,” kata Syahid Ridho.

Menurut Ridho, berdasarkan laporan media massa (Mei 2025), rata-rata waktu proses perizinan impor mesin industri di Batam mencapai 14-21 hari, jauh melampaui standar Indonesia National Single Window (INSW) 3.0 (1,5 hari). Keluhan pelaku usaha menyoroti prosedur manual yang berbelit, seperti validasi fisik dokumen berulang dan koordinasi sektoral lambat. Hal ini menghambat realisasi investasi senilai Rp 50 miliar per kuartal. 

Lebih lanjut Ridho menjelaskan prosedur manual tersebut dianggap berbelit-belit dan menjadi penyebab keterlambatan perizinan impor. “Upaya apa yang sedang dilakukan untuk menghapus prosedur manual?” Tanya Ridho.

Selain itu, masih menurut Ridho, media massa Tech in Asia (Maret 2025) mencatat  120 izin tertunda  akibat error sinkronisasi INSW 3.0 dengan OSS Kepri. Pengusaha harus input dokumen 3-5 kali, menambah biaya Rp 7-15 juta/izin. Downtime sistem terjadi 3-5x/bulan , rata-rata 4 jam/insiden. 

Selain Ridho, Zaizulfikar, SE, SH mengatakan ada lima perusahaan yang membatalkan ekspansi akibat pencabutan insentif bea masuk secara mendadak. Ketidakpastian ini mengganggu perencanaan investasi jangka menengah. 

Kemudian, maraknya komponen elektronik ilegal di Pasar Nagoya-Batam yang dijual 40% lebih murah dari pasaran. Barang selundupan ini tidak memenuhi SNI, berpotensi korsleting, dan merugikan industri lokal. Menurut catatan Bea dan Cukai Batam, kerugian negara mencapai rata-rata Rp 45 miliar/bulan. 

Anggota Komisi I Taba Iskandar, SH, MH, M.Si mengatakan berdasarkan laporan media massa menunjukkan 15 kapal asing aktif mencuri ikan di perairan Anambas. Nelayan lokal mengeluh alat tangkap dirusak, sementara pengawasan Bea dan Cukai dan TNI AL terbatas karena minimnya kapal patroli (rasio 1:15.000 km²). “Dampaknya bagi ekologi mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan penurunan stok ikan 30% sejak 2023,” terang Taba.

Anggota Komisi I Lik Khai mengatakan, berdasarkan berita dari harian Kompas (April 2025) mengungkap 20 kontainer limbah kabel beracun asal Singapura yang diselundupkan sebagai ‘bahan baku tembaga’ melalui Pelabuhan Batu Ampar. Limbah tersebut disuga mengandung timbal lima kali di atas ambang batas aman, mengancam kesehatan pekerja dan lingkungan.

Kemudian, anggota Komisi I Tumpal Ari Mangasi Pasaribu, SE menerangkan berdasarkan laporan National Geographic (Februari 2025), Pulau Nipah menjadi salah satu tempat ‘surga penyelundupan satwa langka’ karena tidak ada petugas Bea dan Cukai tetap dan scanner. Menurutnya, Patroli hanya dilakukan sekali dalam sebulan dengan kapal sewa.  “Akibatnya, lima kasus penyelundupan kura-kura langka terjadi dalam enam bulan,” tegasnya.

Terakhir anggota Komisi I Agustian mengatakan berdasarkan berita Investor Daily (Mei 2025) terjadi konflik kebijakan antara Perda Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam dan Peraturan DJBC No. 12/2024. “Akibatnya, tiga investor batal bangun pabrik senilai Rp800 miliar karena tidak adanya harmonisasi regulasi,” tambah Agustian.

Kepala Kantor Bea dan Cukai Tipe B Batam Zaky Firmansyah pertama-tama mengucapkan selamat datang kepada Komisi I DPRD Kepulauan Riau. “Koordinasi seperti ini memang perlu dilakukan agar informasi bisa tersampaikan secara jelas kepada legislator khususnya di Kepri,” ujar Zaky.

Selain itu Zaky juga berterima kasih atas masukan dan saran yang telah disampaikan oleh anggota Komisi I.